PENDAHULUAN
Ummat Islam
adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar
mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan
kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada.
Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan
ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah
apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du : 11).
Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum
dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual
dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah.
Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah
Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang
sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum
muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan
ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi
ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn
kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq
dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam
(Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.
PEMBAHASAN
a. Pengertian, Dasar hukum, Prinsip-prinsip zakat dalam Islam
Pengertian
Zakat
berasal dari kata zaka, artinya tmbuh dengan subur. Dalam kitab-kitab
hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang
serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut
ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena
suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Maka,
zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang
memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu
pula. [1]
Pengertian
BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah) ditemukan dalam Surat Keputusan
Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 1991/47
Tahun 1991 tentang Pembinaan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Dalam Pasal 1 SKB
tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan BAZIS adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan
zakat, infaq, dan shadaqah secara berdaya guna dan berhasil guna.[2]
Secara
substansial, pengertian tersebut dapat ditemukan pula dalam UU Nomor 38 Tahun
1999 tentang pengelolaan zakat. Pengertian itu kemudian dipertegas lagi dalam
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tentang
pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat[3].
Dalam Pasal 1 Ayat 1Keputusan Menteri itu disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah
terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.[4]
Dasar Hukum
Dalam sebuah
hadits tentang penempatan Muaz di Yaman. Nabi berkata : “ terangkan kepada
mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan orang-orang
kaya.” Dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah sedekah.
Sebenarnya sedekah berasal dari kata shidq yang berarti Benar. Qadhi Abu
Bakar bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang mengapa zakat
dinamakan sedekah . ia menyebutkan kata sedekah berasal dari kata shidq, benar
dalam hubungan denagn sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan.[5]
Oleh karena itu
, rasulullah bersabda , “ sedekah itu bukti “. Hadits ini bias dikategorikan
sebagai sindiran kepada umat islam. Kebanyakan umat Islam membenarkan Al qur’an
dan Al Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku hidup muslim. Maka
sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran – dengan keyakinan –
dari umat Islam akan kebenaran Al qur’an dan Al Hadits.
Gerakan
kesadaran masyarakat dalam membayar zakat perlu didukung. Dukungan riil dari
pemerintah sangat diperlukan sebagai justifikasi penerapan Undang – Undang ( UU
) No. 38 tahun 1998 tentang ketentuan pengelolaan zakat. Dalam bab I pasal 3
disebutkan bahwa : “ Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan,
pembinaan, dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahiq, dan amil zakat. Begitu
juga dalam bab III pasal 6 disebutkan : “Pengelolaan zakat dilakukan oleh
Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah .”
Pengelolaan
zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1999 dengan Keputusan Menteri Agama No. 581
tahun 1998 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang
pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.[6]
Zakat
diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah pada tahun
ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan sebelum
tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana abdul Hasan berkata zakat diwajibkan setelah
hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat
bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 hijrah
ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan
orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system
pengumpulan zakat, barang-barang yang kenai zakat, batas-batas zakat dan
tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat
bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan
gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.[7]
Pada masa
Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
1) Benda logam
yang terbuat dan emas seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk
lainnya.
2) Benda logam
yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornament atau dalam bentuk
lainnya.
3) Binatang
ternak unta, sapi, domba, kambing.
4) Berbagai
jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5) Hasil
pertanian termasuk budak dan hewan.
6) Luqta,
harta benda yang ditinggalkan musuh.
7) Barang
temuan.
Zakat
dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara
umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam
perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga
akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian
dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan.
Pemungutan
zakat dimasa Rasulullah dan khulafaurrasidin menjadi bukti arti penting bagi
pembangunan Negara. Sehingga tidak ada bagi para ulama yang meragukan
keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian, zakat
merupakan usaha yang sangat efektif, efisien dan mempunyai daya guna untuk
meningkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan umat islam pada masa
itu.
Dalam Bab II
pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan untuk :
1. Meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
2. Meningkatkan
fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatkan
hasil guna dan daya guna zakat.
Prinsip-prinsip
Zakat dalam Islam
Menurut M.A.
Manan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore,
1970: 285) zakat mempunyai enam prinsip, yaitu[8]:
· Prinsip
keyakinan keagamaan (faith), menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin
bahwa pembayarannya tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan
agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum membayarkan zakatnya,
belum merasa sempurna ibadahnya.
· Prinsip
pemerataan dan keadilan, cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu mebagi
lebih adil kekayaan yang telah diberikan tuhan kepada umat manusia.
· Prinsip
produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi)
tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang
merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu.
· Prinsip
nalar, yaitu orang yang diharuskan bayar zakat adalah seseorang yang berakal
sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan bahwa orang yang belum
dewasa dan tidak waras bebas dari zakat yang dalam hal ini merupakan suatu
ibadat.
· Prinsip
kebebasan, menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan
sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyia tanggung jawab untuk
membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut untuk orang yang
sedang dihukum atau orang yang sedang sakit jiwa.
· Prinsip etik
dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena
tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut,
kalau karena pemungutan itu orang yang membayanya akan menderita. (Mubyarto,
1986: 33).
b. Prinsip-prinsip pengelolaan zakat
Dalam
pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan
ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
· Prinsip
Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara terbuka
dan diketahui oleh masyarakat umum.
· Prinsip
Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya
senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat islam yang menyerahkan
harta zakatnya tanpa ada unsure pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai
suatu pemaksaan.
· Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
· Prinsip Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan
oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan
sebaginya.
· Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat
mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu mengunggu
bantuan dari pihak lain.[9]
c. Perkembangan pengelolaan zakat di
beberapa Negara muslim
Pengelolaan
zakat dibeberapa negara muslim sudah mengalami perkembangan yang baik.
Contohnya adalah Negara Malaysia. Pengelolaan zakat di Negara Malaysia berada
dibawah pengawasan langsung Majelis Agama Islam di setiap negeri bagian yang
berjumlah sebanyak 14 buah. Adapun Pusat Pungutan Zakat (PPZ) berada dibawah
Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur (MAIWP). Setiap Majelis
Agama Islam mempunyai karyawan dari jawatan Agama Islam.
Selain di
Malaysia, ada beberapa negara muslim yang turut aktif dalam institusi zakat
seperti Quwait yang mempunyai lembaga zakat yang disebut dengan zakat house
(darul zakah), yaitu lembaga yang mengelola semua urusan berkenaan dengan zakat
dan merupakan salah satu lembaga kerajaan. Begitu juga di Pakistan, yang telah
menerapkan institusi zakat kedalam pengelolaan negara.
Di beberapa
Negara Muslim telah banyak mengembangkan tentang pengelolaan zakat, supaya dana
zakat lebih bermanfaat dan berguna untuk semua masyarakat. Untuk itu, yang
berlangsung di Jeddah membahas tentang zakat saham. Saham
yang dianggap sebagai bagian prosentetif dari modal usaha, dirasa perlu untuk
dikeluarkan zakatnya oleh para pemegang saham.
Pada
Muktamar yang pertama, telah menetapkan bahwa zakat saham itu diikat
berdasarkan posisi saham sebagai milik satu orang tertentu dengan prinsip
penyatuan modal yang disebutkan dalam As Sunnah. Sebagian ulama mengqiyaskan
tentang penyatuan zakat saham dengan zakat binatang ternak yang dikelola secara
kolektif dan hal ini berlaku untuk semua jenis harta.
Sedangkan pada
muktamar yang kedua, telah menelorkan pendapat yang sama pada mayoritas ulama.
Mereka tidak mengacu pada prinsip penyatuan modal, tapi melihat masing-masing
modal investasi secara terpisah. Dalam perusahaan-perusahaan dimana beberapa
orang ikut andil untuk menanamkan investasi tidaklah dilihat secara kolektif
dari seluruh modal dan keuntungan usaha. Maka harus dilihat modal
masing-masing investor dengan keuntungan yang terpisah.
Setelah
meneliti berbagai kajian yang sampai ke lembaga yang berkaitan dengan zakat
perusahaan, pada akhirnya memutuskan :
· pertama : zakat wajib dikeluarkan dari saham-saham para pemegangnya. Zakat
itu dapat dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, kalau sudah
ditetapkan pada peraturan dasar perusahaan atau ada SK dari pihak perusahaan
sendiri atau sudah menjadi undang-undang Negara. Maka pada saat itu perusahaan
harus mengurus pengeluaran zakatnya.
· Kedua : pihak perusahaan mengeluarkan zakat dari saham –saham yang ada
seperti seorang mengeluarkan zakat dari harta pribadinya. Dalam artian
perusahaan menganggap semua modal saham para investor seprti modal sendiri.
Maka zakat itu dikeluarkan berdasarkan keberadaan itu sebagi harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya, berdasarkan nishabnya dan jumlah yang harus dikeluarkan
serta berbagai hal lain yang dijadikan syarat dalam zakat pribadi pada umumnya.[10]
d. Profil lembaga dan system pengelolaan zakat di Indonesia
Lembaga yang
secara formal diakui oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 sebagai lembaga
yang berhak mengelola zakat adalah Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ). Oleh karena itu kedua lembaga ini memiliki peran dan fungsi yang
strategis, baik dilihat dari perspektif pemberdayaan sosial-ekonomi umat maupun
dari hubungan zakat dengan perpajakan.
Pembentukan
BAZ merupakan hak otoritatif pemerintah, sehingga hanya pemerintah yang berhak
membentuk BAZ, baik untuk tingkat nasional sampai tingkat kecamatan. Semua
tingkatan tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif,
konsultatif, dan informatif. Badan Amil Zakat dibentuk sesuai dengan tingkatan
wilayahnya masing-masing yaitu:
- Nasional
dibentuk oleh Presiden atas usul Menteri,
- Daerah Propinsi
dibentuk oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama
propinsi,
- Daerah
Kabupaten atau daerah kota dibentuk oleh Bupati atau Wali Kota atas usul kepala
kantor departemen agama kabupaten atau kota,
Masa tugas
kepengurusan badan amil zakat adalah selama 3 (tiga) tahun (pasal 13 Keputusan
Menteri Agama).
Zakat yang
sudah dikumpulkan oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ)
haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kepentingan mustahiq, sebagaimana
digambarkan daam Al-quran surat At-taubah ayat 60, karena itu LAZ harus
dikelola dengan amanah dan jujur, transparan dan professional.
Harta yang
terkumpul dari pengumpulan zakat disalurkan langsung untuk kepentingan
mustahiq, baik yan bersifat konsumtif maupun yang bersifat produktif. Dalam
kaitan penyaluran zakat secara produktif, maka LAZ dan BAZ yang amanah,
terpercaya dan professional diperbolehkan membangun perusahaan, pabrik dan
lainnya dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diberikan
kepada para mustahiq dalam jumlah yang relatif besar, sehingga terpenuhi
kebutuhan mereka dengan lebih leluasa.
BAZ dan LAZ
merupakan badan lembaga yang terpercaya, penyaluran zakat melalui amil zakat
adalah salah satu cara yang efisiensi dan efektifitas, karena baik LAZ maupun
BAZ lebih mengetahui dimana saja daerah-daerah kemiskinan yang lebih
membutuhkan, siapa-siapa saja yang harus diprioritaskan dalam memperoleh
bantuan dana zakat, termasuk berapa besar bantuan yang pantas mereka peroleh
untuk mengurangi kesulitan dan penderitaan mereka.
Dengan sistem
inilah, penyaluran dan pendistribusian zakat oleh amil zakat dapat lebih merata
Pada zaman Khulafaur Rasyidin, pelaksanaan zakat bukan sekedar amal karikatif
(kedermawanan) tetapi juga merupakan kewajiban yang bersifat otoritatif
(ibari), karena zakat tidaklah seperti puasa, shalat dan ibadah haji yang
pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada individu masing-masing, tetapi juga
disertai keterlibatan aktif pemerintah melalui para petugasnya (amil zakat)
yang amanah, jujur, terbuka dan profesional. Maka sebaliknya, jika pelaksanaan
zakat langsung diserahkan kepada setiap muzakki, maka nasib dan hak orang-orang
miskin terhadap orang-orang kaya tidak akan memperoleh jaminan yang pasti, baik
jaminan ekonomi maupun hukum.
e. Peraturan Undang-undang dan PMA
Di Indonesia
pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1998 dengan Keputusan Menteri
Agama No. 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan
Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun
2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dalam Bab II
pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan untuk :
1. Meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama.
2. Meningkatkan
fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatkan
hasil guna dan daya guna zakat.
f. Struktur Organisasi pengelola zakat
1.Badan Amil
Zakat Nasional
· Badan amil zakat nasional terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas
dan Badan Pelaksana.
· Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum,
dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi
pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja
secara profesional dan full time.
· Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh)
orang anggota.
· Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang
sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang
anggota.
2.Badan Amil
Zakat Propinsi
· Badan amil zakat Propinsi terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas
dan Badan Pelaksana.
· Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum,
dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi
pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja
secara profesional dan full time.
· Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 5 (lima)
orang anggota.
· Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang
sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
anggota.
3.Badan Amil
Zakat Kabupaten/Kota
· Badan amil zakat Kabupaten/Kota terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi
Pengawas dan Badan Pelaksana.
· Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum,
dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi
pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja
secara profesional dan full time.
· Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
orang anggota.
· Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang
sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang
anggota.
4.Badan Amil
Zakat Kecamatan
· Badan amil zakat Kecamatan terdiri atas dewan pertimbangan, Komisi Pengawas
dan Badan Pelaksana.
· Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua umum, seorang sekretaris umum,
dua orang sekretaris, seorang bendahara, divisi pengumpulan, divisi
pendistribusian, divisi pendayagunaan dan divisi pengmbangan yang bekerja
secara profesional dan full time.
· Dewan pertimabangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
orang anggota.
· Komisi Pengawas terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang
sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang
anggota.
g. Kontribusi zakat bagi perekonomian umat
Mengapa
zakat dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan dengan ilmu dan
hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah (Added value). Teori tersebut
menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi lemah,
pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan perdagangan yang juga dapat
meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi harta yang
berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya digunakan
dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.
Demikian
pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi harta zakat itu
akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan orang miskin, dengan
hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi khususnya (gol.
Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu negara umumnya. Zakat dapat memberi efek
positif dari berbagai pihak (multiplier effect) yang akan menumbuh suburkan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Tujuan dari zakat
bagi kepentingan masyarakat :
- Menggalang
jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas sosial di kalangan masyarakat
-
Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana
- Menutup
biaya-biaya yang timbul akibat konflik.
- Menyediakan
sesuatu dana taktis dan khusus.
Jika kita
tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada unsur-unsur zakat yang
menjadikan masyarakat melarat. Bahkan kalau kita telusuri lebih dalam lagi,
bahwa zakat mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang makmur
dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Sebenarnya
zakat dari sector non-produktif menghasilkan dana zakat yang lebih besar dari
pada sector produktif. Dengan besarnya zakat di sector non-produktif diharapkan
dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sector produktif.
Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka input produksi akan meningkat
ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah factor produksi, seperti
meningkatnya jumlah tenaga kerja.
Disamping
dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga dapat mempengaruhi sector
pemberdayaan sumber daya manusia. Zakat memberikan kontribusi yang tak kalah
besarnya dengan pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik diharapkan
dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak bergantung pada belas
kasih orang lain. Berikut efek dari dana zakat :
• Bersifat Pemberdayaan Ekonomi
– Kondisi akomodatif untuk maju dan
berkembang
– Mustahik punya potensi, skill,
wirausaha
• Bersifat Pemberdayaan SDM
– Kondisi akomodatif untuk maju dan
berkembang
– Mustahik punya
potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan
h. Prospek, kendala dan Strategi
pengelolaan Zakat
Saat ini peran
lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala. Diantaranya :
· Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan merupakan suatu
kewajiban dan pelaksanaanya dapat dipaksakan.
· Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan
legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.
· Di Indonesia sudah banyak lembaga zakat, namun terasa lembaga ini kurang
efektif untuk mengakomodasi sumber-sumber zakat.
· Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplementasikan. Hal ini disebabkan
struktur birokrasi pemerintahan yang kurabf akomodatif terhadap keberadaan
system islam dalam membangun system ekonomi Negara.
Adapun untuk
menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang tepat supaya zakat
dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat, diantaranya :
· Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya di wilayah keagamaan saja, tetapi
zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
· Adanya peningkatan tentang pemahaman tentang zakat yang sebenarnya.sebab
kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat, maka tidak hanya melalui
pendekatan agama saja, tapi juga dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya dan
politik.
· Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan
seperti ini.
· Keberadaan UU tentang zakat memberikan banyak peluang untuk mendirikan atau
membuka lembaga zakat sebanyak-banyaknya. Setidaknya UU ini menjadi legitimasi
bagi umat Islam dalam mengembangkan lembaga zakat.
PENUTUP
Kesimpulan
Lembaga zakat mengandung potensi luar
biasa untuk memperbaiki masyarakat. Lembaga ini harus kita manfaatkan dalam
suatu cara yang sistematis melalui badan pemerintah, guna membiayai program
kesejahteraan sosial dan jaminan sosial negara. Seluruh komponen pengelola
zakat di Indonesia melalui organisasi asosiasinya, yaitu Forum Zakat (FOZ)
telah dengan susah payah menyusun cetak biru zakat Indonesia. Di dalamnya
disebutkan tahapan penataan zakat di Indonesia. Bahwa pada masa sekarang ini
(periode sampai 2015) adalah tahapan menyiapkan kerangka landasan menuju
integrasi zakat nasional. Dimana fokus kita semua saat ini adalah memperbaiki
kualitas amil zakat (baik individu perorangan maupun organisasinya) dan membuat
berbagai standar manajemen untuk panduan pengelolaan dan pengawasan kinerja
OPZ. Sekaligus melakukan kerjasama, sinergi dan aliansi dalam rangka mencapai
integrasi zakat nasional yang sebaik-baiknya. Semoga kita semua tetap
berkomitmen dan bekerja sepenuh hati dalam memperbaiki perzakatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
- Prof. H.
A. Djahuli dan Drs. Yadi Janwari M.Ag. Lembaga – Lembaga Perekonomian
Umat. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : September, 2002.
Cetakan I.
- TIM
manajemen Prides. 2008. Kompilasi perundang-undangan tentang Ekonomi
Syariah. Jakarta: Gaung Persada Press.
- Mohammad Daud Ali, 1988. Sistem
Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.
- K.H. Didin Hafidhuddin. 2002.
Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: Gema Insani.
- M. Abdul
Mannan. 1997. Teori dan Praktek ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa.
- _________.
2007. Pedoman Pengelolaan Zakat. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Depag RI.
- http://akhirulsholeh.wordpress.com/2008/06/19/tentang-pengelolaan-zakat.html
- http://gerakanzakatindonesia.blogspot.com/2009/03/menimbang-sentralisasi-zakat.html
0 komentar:
Posting Komentar