Selasa, 30 September 2014

PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA (ANTROPOSENTRIS, GEOSENTRIS, HELIOSENTRIS, GALAKSI SENTRIS, ASENTRIS)

PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA
(ANTROPOSENTRIS, GEOSENTRIS, HELIOSENTRIS, GALAKSI SENTRIS, ASENTRIS)




FAKTA SAINS
         Langit tidak biru
         Bintang tidak kecil
         Di jagat raya terdapat bintang-bintang beredar mengikuti suatu pusat yang berupa suatu kabut gas pijar yang suangat besar, dikelilingi oleh kelompok-kelompok bintang, termasuk matahari kita, yang selanjutnya disebut galaksi.(milky way/Bima Sakti).
         Ada ribuan galaksi/milyard galaksi

FAKTA SAINS
         Galaksi adalah kumpulan 100 milyard bintang-bintang.
         Bentuk galaksi menyerupai lensa cembung atau berbentuk cakram.
         Garis tengahnya mempunyai 100 tahun cahaya, tebalnya 10 tahun cahaya.
         Galaksi terdekat= Andromeda berjarak 1,5 juta tahun.
         1 detik cahaya menempuh 300.000 km

FAKTA SAINS :
         Jarak Bumi ke Matahari 8.1/3 menit kecepatan cahaya/500 detik cahaya=150 juta kilometer.
         Jarak Bumi ke Matahari disebut Satuan Astronomi (SA)/Astronomical Unit (AU).

Kalau jagat ini dihuni beribu-ribu/bermilyard dikali 100 milyard bintang berapa jumlah bintang di jagat ini?......!!
Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar,  Jakarta: Rajawali, 1992: 79-80.


KEMUNCULAN SAINS
FAKTA SAINS :
         Makhluk terbesar di darat= gajah
         Makhluk terbesar di laut= hiu
         Makhluk terkuat= semut
         Bandingkan dengan manusia!

  1. Kuriositas dan Akal Budi
            Semua makhluk memberi tanggapan terhadap rangsangan dari lingkunganya. Issac Asimov (1972), mengatakan bahwa binatang sebagai Idle Curiosity  (keingintahuan yang terbatas), yang didorong oleh naluri bertitik pusat pada mempertahankan kelestarian hidup. Sehingga kuriositasnya tetap selamanya.
         Sama dengan hewan, Manusia memiliki naluri yang sama. Kecuali, karena ia mempunyai akal budi, sehingga  justru daya pikir akal budinya lebih berperan dari pada daya fisiknya.
         Rasa ingin tahu yang tak pernah terpuaskan. Setelah tahu apanya, maka ia ingin tahu bagaimana dan mengapa.
         Pengetahuan yang diperoleh dikombinasi dengan pengetahuan baru, manjadi pengetahuan yang lebih baru lagi.
   Demikian berlangsung berabad-abad, sehingga menjadi akumulasi Pengetahuan.

         Hubungan Kehidupan Manusia dengan Alam :
  1. Natural Man.
  2. Cultural Man
  1. Manusia dapat berpikir (homo sapien)
  2. Manusia dapat membuat alat (homo faber)
  3. Manusia dapat berbicara (homo longuens)
  4. Manusia hidup bermasyarakat (homo socius)
  5. Manusia dapat berdagang (homo economicus)
  6. Manusia sadar ada kekuatan diluar dirinya (homo religius).
  7. Perkembangan peradaban manusia, menurut Auguste Comte (1798-1857) dapat dikelompok menjadi tahap:

1. TAHAP TEOLOGI/FIKSI
Dalam tahap ini manusia berusaha mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan akhir dari segala sesuatu. Mereka menyakini kekuatan hebat di luar dirinya yang menguasai fenomena alam.

2. TAHAP FILSAFAT.
Tahap ini hampir sama dengan sebelumnya. Hanya saja mereka mendasarkan semua itu pada kemampuan akal. Mereka yakin mampu melakukan abstraksi menemukan hakikat sesuatu.

3. TAHAP POSITIF/ILMIAH RIIL
Dalam tahap ini manusia mampu melakukan aktifitas berfikir secara positof atau riil melakui pengamatan, percobaan, dan perbandingan.

B. Kuriositas dan Mitos
Mitos merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umumnya menyangkut “tokoh” kuno, yang gunanya untuk menjawab keterbatasan pengetahuan manusia tentang alam dan memuaskan rasa kuriositasnya.
 Mitos adalah kombinasi pengalaman-pengalaman dan kepercayaan.



         Pengetahuan tetang mitos disebut mitologi.
Contoh: Mitos pelangi, kunang-kunang, gunung kemukus, Syekh Siti Jenar.

Faktor Mitos dipercayai kebenarannya saat itu:
  1. Keterbatasan pengetahuan manusia
  2. Keterbatasan penalaran manusia
  3. Keingintahuan manusia sementara terpenuhi.

C. Bukan Rasional dan Rasional :
Perasaan adalah fungsi jiwa untuk mempertim bangkan dan mengukur   sesuatu menurut rasa senang dan tidak senang.
Perasaan rendah sifatnya biologis yang dimiliki oleh binatang. Misal rasa lapar, rasa seksual.
Perasaan luhur, sifatnya rohani yang hanya dimiliki oleh manusia. Misal cinta kasih, tanggung jawab.

         Intuisi termasuk kegiatan berfikir yang tidak analitis dan sistemik. Ia timbul dari pengetahuan-pengetahuan terdahulu.
         Wahyu.
         Trial and Error.

Rasional adalah, menerima sesuatu atas dasar kebenaran pikiran atau rasio. Kemampuan manusia mempergunakan daya akalnya disebut intelegensi.
Cara-cara lama dalam memperoleh pengetahuan dilakukan manusia dengan masih mengandalkan perasaan dari pada pikiran. Yaitu :
  1. Prasangka
  2. Intuisi
  3. Coba-coba (trial and error).

Pikiran manusia berkembang, ke arah rasional dan didukung oleh pengalaman (empiris). Dalam menerima kebenaran manusia menggunakan logika, yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan sehat. Lima pentahapan progresivitas manusia :
  1. Antroposentris
  2. Geosentris
  3. Heliosentris
  4. Galaktosentris
  5. Asentris.

         Antroposentris atau Egosentris
  Anggapan ini dimulai pada tingkat awal manusia atau pada masa manusia primitif(Bangsa Babilonia) yang menganggap bahwa manusia sebagai pusat alam semesta. Pada waktu menyadari ada Bumi dan langit, manusia menganggap matahari, bulan, bintang, dan Bumi serupa dengan hewan, tumbuhan, dan dengan dirinya sendiri.

         Anggapan Geosentris
   Anggapan ini menempatkan Bumi sebagai pusat dari alam semesta.
Geosentris (geo = Bumi; centrum = titik pusat). Anggapan ini dimulai sekitar abad VI Sebelum Masehi (SM), saat pandangan egosentris mulai ditinggalkan. Salah seorang yang mengemukakan anggapan geosentris adalah Claudius Ptolomeus. Ia melakukan observasi di Alexandria, kota pusat budaya Mesir pada masa lalu. Ia menganggap bahwa pusat jagat raya adalah Bumi, sehingga Bumi ini dikelilingi oleh matahari dan bintang-bintang.

         Anggapan Heliosentris

         Pandangan heliosentris (helios = matahari) dianggap sebagai pandangan yang revolusioner yang menempatkan matahari sebagai pusat alam semesta.
Seorang mahasiswa kedokteran, ilmu pasti dan Astronomi, Nicholas Copernicus (1473–1543) pada tahun 1507 menulis buku ”De Revolutionibus Orbium Caelestium” (tentang revolusi peredaran benda-benda langit).


         Ia mengemukakan bahwa matahari merupakan pusat jagat raya yang dikelilingi planet-planet, bahwa bulan mengelilingi Bumi dan bersama-sama mengitari matahari, dan bahwa Bumi berputar ke timur yang menyebabkan siang dan malam.
         Galaktosentris (Galaxy = kumpulan jutaan bintang)

         merupakan anggapan yang menempatkan galaksi sebagai pusat Tata Surya. Galaktosentris dimulai tahun 1920 yang ditandai dengan pembangunan teleskop raksasa di Amerika Serikat, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih banyak mengenai galaksi.












IKHTISAR PERKEMBANGAN WAWASAN MANUSIA

Tingkatan
Pengertian
Contoh
Antroposentris


Geosentris



Heliosentris


Galaktosentris


Asentris
Manusia yg menjadi pusat segala-galanya

Bumi yg menjadi pusat
Segala-galanya


Matahari yg menjadi pusat
Sistem tata surya

Galaksi menjadi pusat dari
Sejumlah tata surya

Tidak ada yg menjadi pusat, semua beredar dlm Kontelasi alamiah.
Kelahiran, kematian org penting mempengaruhi kondisi alam (raja).

Matahari, bulan, bintang
Berputar mengelilingi bumi (Ptolomeus)

Matahari memiliki sejumla
Planet dan planet memiliki
Satelit (Rotasi)

Bima sakti menjadi pusat
Galaksi dalam tata surya

Merupakan kekuasaan Tuhan.

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian
dimulai dengan rasa ragu-ragu
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia karena :
  1. Bahasa yang bersifat komunikatif
  2. Pikiran yang mampu menalar.





  1. PENALARAN
Kegiatan berpikir yg mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Ciri-ciri Penalaran :
  1. Pola berpikir logika
  2. Analitik.
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak
berdasarkan penalaran. Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada
dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.

Rasionalisme adalah paham yang mengembangkan bahwa
rasio adalah sumber kebenaran.

Empirisme, adalah paham yang menyatakan bahwa fakta
yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan
sumber kebenaran.

  1. LOGIKA
Dua jenis cara penarikan kesimpulan, yakni logika deduktif  dan logika induktif. Logika deduktif , cara berpikir dimana ditarik kesimpulan yg bersifat khusus dari pernyataan bersifat umum. Logika Induktif  terkait empirisme (butuh dukungan fakta).

  1. SUMBER PENGETAHUAN :
Paham Rasionalisme menggunakan metode deduktif.  Paham Empirisme menggunakan metode induktif

  1. METODE ILMIAH
Prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.

Pengetahuan disebut ilmu atau ilmiah jika:
  1. Objektif (sesuai dgn objek atau didukung fakta empiris)
  2. Metodik (cara-cara tertentu yg teratur dan terkontrol)
  3. Sistematik (saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan)
  4. Berlaku umum (dapat diuji coba orang lain dan hasilnya sama).

Dengan metode ilmiah, pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris. Teori-teori ilmiah yang menyusun pengetahuan harus memenuhi dua syarat utama yaitu:
  1. Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya.
  2. Harus cocok dengan fakta-fakta empiris.

Kriteria Metode Ilmiah :
  1. Berdasarkan fakta
  2. Bebas dari prasangka
  3. Menggunakan prinsip-prinsip analitis
  4. Menggunakan hipotetis
  5. Menggunakan ukuran objektif
  6. Menggunakan teknik kwantitatif.








METODE ILMIAH

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah
teruji secara empiris.
Sarana berpikir Ilmiah :
Adalah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik berupa :

Bahasa, logika, matematika dan statistika.

ETIKA LINGKUNGAN

ETIKA LINGKUNGAN






Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk hidup bukan manusia.
 (PENGELOLAAN ALAM YANG NIR-ETIK)

ETIKA LINGKUNGAN
 Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia. (Albert Schweitzer )

TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai
      Antroposentrisme,
      Biosentrisme, dan
      Ekosentrisme.(Sony Keraf: 2002)

ETIKA LINGKUNGAN  ANTROPOSENTRISME
(Shallow Environmental Ethics)
n  Tokoh    : Aristoteles
n  Pandangan: etika hanya berlaku bagi komunitas manusia.    
n  Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral.   

Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Akibatnya, secara teleologis, diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu.
    Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Arne Naess dikategorikan sebagai Shallow Ecology (kepedulian lingkungan yang dangkal).

KRITIK TERHADAP ANTROPOSENTRISME 
      Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis.
n  Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan".(Fritjof Capra:1997)

ETIKA LINGKUNGAN BIOSENTRISME
 (Intermediate Environmental Ethics)
Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan.

ETIKA LINGKUNGAN EKOSENTRISME
(Deep Environmental Ethics)
Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Di samping tiga etika lingkungan tersebut

TEOSENTRISME
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan.
Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
 BAGAIMANA DENGAN ISLAM?
قال الشيخ محمود شلتوت
الشريعة هي النظم التى شرعها الله تعالى ليأخذ الانسان بها فى علاقته بربه و فى علاقته  بأخيه الانسان و فى علاقته  بأخيه المسلم و فى علاقته  بالكون و فى علاقته  بالحياة.

إن قامت الساعة، وفى يد أحدكم فسيلة، إن لم تقوم الساعة قبل أن يغرسها فليغرسها. الحديث.

VERSI LAIN MEMBAGI DUA KELOMPOK:
ETIKA LINGKUNGAN DANGKAL ANTROPOSENTRISME
(Eugene Hargrove dan Mark Sagoff)

ETIKA LINGKUNGAN DALAM EKSTENSIONISME/ PREVERVASI
Dibagi beberapa macam menurut fokus perhatiannya:
  1. Neo-utilitarisme : kebaikan untuk semua  (Peter Singer)
  2. Zoosentrisme: etika pembebasan binatang  (Charles Brich)
  3. Biosentrisme: Makhluk hidup sgb subyek moral (Kenneth Goodposter)
  4. Ekosentrisme: Keseimbangan individu dan ekologi (John B. Cobb)

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP IAD
Secara Sederhana
‎    Ilmu alamiah dasar(IAD) adalah ilmu yang membahas hubungan manusia ‎dengan alam.‎
    Ruang lingkup ilmu alamiah dasar (IAD) adalah alam semesta.
n  Ilmu Alamiah (Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Kealaman, Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
n  Ilmu Pengetahuan Alam Dasar adalah Ilmu Pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.
RUANG LINGKUP:
  1. Kelahiran alam semesta
  2. Tata surya
  3. Kejadian bumi
  4. Asal mula kehidupan
  5. Perkembangan variebilitas makhluk hidup
TUJUAN
  1. Memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala alam sampai terwujudnya metode ilmiah yang merupakan ciri khusus dari ilmu pengetahuan Alam.
  2. Memecahkan ‎masalah-masalah praktis serta untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin ‎dihadapi manusia, dengan kata lain untuk menguasai, mengendaliakan, serta ‎memanfaatkan alam secara arif dan bijaksana. ‎

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ISD
Secara Sederhana
‎   ‎ Ilmu sosial dasar(ISD) adalah ilmu yang membahas hubungan manusia ‎dengan manusia serta manusia dengan lingkungan.‎
   ‎ Ruang lingkup ilmu sosial dasar(ISD) adalah manusia dan lingkungannya.‎
n  Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah social, khususnya masalah-masalah yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang ilmu pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social (seperti geografi social, sosiologi, antropologi social, ilmu politik, ekonomi, psikologi social, dan sejarah).
TUJUAN
   Tujuan dari ilmu social dasar(ISD) adalah untuk mencari pemecahan ‎masalah kemasyarakatan melalui interdisipliner maupun multidisipliner ilmu-ilmu ‎social.‎
Ruang lingkup
n  a. Kenyataan-kenyataan social yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan masalah social tertentu. Kenyataan-kenyataan social tersebut sering ditanggapi secara berbeda oleh para ahli ilmu social. Karena adanya perbedaan latar belakang disiplin ilmu atau sudut pandangnya
n  b. Konsep-konsep social atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan social dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukakn untuk mempelajari masalah-masalah social.
Contoh dari konsep dasar semacam ini misalnya konsep keanekaragaman,
   dan konsep kesatuan social.
    Bertolak dari kedua konsep tersebut diatas, maka dapat kita pahami dan sadari di dalam masyarakat selalu terdapat:
1). Persamaan dan perbedaan pola pemikiran dan pola tingkah laku baik secara individual maupu kelompok.
2). Persamaan dan perbedaan kepentingan.
    Persamaan dan perbedaan itulah yang seringkali menyebabkan timbulnya konflik, kerjasama, kesetiakawanan antar individu dan golongan.







RUANG LINGKUP DAN PENGERTIAN IBD
Secara Sederhana
‎    Ilmu budaya dasar(IBD) adalah ilmu yang membahas produk/karya(cipta, ‎rasa, karsa) manusia.‎ ‎‎
‎‎ Ruang lingkup ilmu budaya dasar(IBD) adalah produk/karya manusia.‎
n  Ilmu Budaya Dasar (IBD) identik dengan basic humanities. Humanities berasal dari kata latin humanus yang artinya manusiawi, berbudaya, dan halus (refined). Dengan mempelajari Ilmu Budaya Dasar ini diharapkan seseorang menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya, dan lebih halus.
n  Ilmu budaya dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani ; tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun social.
TUJUAN
Tujuan umum ilmu budaya dasar(IBD) ialah mengembangkan ‎kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan berpikirnya, baik yang ‎menyangkut diri sendiri maupun yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya.‎
dengan kata lain
   usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun social.



Sifat Melawan Hukum Perbuatan Pidana

Sifat Melawan Hukum Perbuatan Pidana
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki oleh masyarakat, baik itu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang sebagai tindak pidana atau perbuatan lain yang tidak menyenangkan. Perbuatan atau tindak pidana itu memang harus ditangani secara benar sehingga tidak terjadi eigenrichting seperti yang sering terjadi sekarang. Perbuatan eigenrichting sangat tidak menguntungkan dalam kehidupan hukum karena dengan demikian proses hukum menjadi tidak dapat dilakukan terhadap pelaku kejahatan.
Untuk menjatuhkan pidana, harus dipenuhi unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam suatu pasal. Salah satu unsur dalam suatu pasal adalah sifat melawan hukum (wederrechtelijke) baik yang secara eksplisit maupun yang secara implisit ada dalam suatu pasal. Meskipun adanya sifat melawan hukum yang implisit dan eksplisit dalam suatu pasal masih dalam perdebatan, tetapi tidak disangsikan lagi bahwa unsur ini merupakan unsur yang harus ada atau mutlak dalam suatu tindak pidana agar si pelaku atau terdakwa bisa dilakukan penuntutan dan pembuktian di pengadilan.
Untuk mengkaji lebih lanjut tentang perkembangan ajaran sifat melawan hukum ini yang secara terus menerus mengalami perubahan sikap, baik dari pembuat undang-undang maupun hakim yang terwujud dalam yurisprudensi, apalagi dikaitkan dengan adanya rancangan atau konsep baru Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang juga mendapat porsi dalam pasal tersendiri, maka di dalam makalah ini ajaran sifat melawan hukum perbuatan pidana penulis jadikan permasalahan tunggal karena pembahasan dalam makalah ini tidak ingin melebar ke berbagai segi yang tidak relevan dengan materi yang diangkat.
Dari pendahuluan yang disebutkan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam makalah ini adalah: bagaimanakah pengembangan ajaran sifat melawan hukum dalam sistem hukum pidana Indonesia baik dalam praktek maupun dalam konsep atau rancangan KUHP baru?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sifat Melawan Hukum Perbuatan Pidana
1. Pengertian Sifat Melawan Hukum
Dalam hukum pidana, istilah "Sifat Melawan Hukum" (SMH) memiliki empat makna:
a. Sifat Melawan Hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi perbuatan pidana yakni kelakuan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela.
b. Kata "melawan hukum" dicantumkan dalam rumusan delik. Dengan demikian, sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan.
c. Sifat Melawan Hukum formal mengandung arti semua unsur dari rumusan delik telah dipenuhi.
d. Sifat Melawan Hukum material mengandung dua pandangan. Pertama, dari sudut perbuatannya mengandung arti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat UU dalam rumusan delik. Kedua, dari sudut sumber hukumnya, sifat melawan hukum mengandung pertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di masyarakat.

2. Pengertian Perbuatan Pidana
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut dikenakan sanksi pidana.
Dalam rumusan tersebut, bahwa yang dilarang adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang, dan yang diancam sanksi pidana ialah orang yang melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang tersebut.
Menurut Prof. Moeljatno, SH, kata “perbuatan” dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang menunjuk pada dua kejadian yang konkret yaitu:
1. Adanya kejadian yang tertentu,
2. Adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

B. Sifat Melawan Hukum Formil dan Materiil
Dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dapat dipandang keliru, itu tidak masuk akal”. Sekarang soalnya ialah: Apakah ukuran daripada keliru atau tidaknya sesuatu perbuatan?
Mengenai hal ini ada dua pendapat. Yang pertama ialah: apabila larangan telah mencocoki larangan undang-undang, maka di situ ada kekeliruan. Letak melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata dari sifat melanggarnya ketentuan undang-undang, kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh undang-undang pula. Bagi mereka ini melawan hukum berarti melawan undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang. Pendirian demikian dinamakan pendirian yang formal.
Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi mereka ini yang dinamakan hukum bukanlah undang-undang saja, di samping undang-undang (hukum yang tertulis) ada pula hukum yang tidak tertulis, yaitu norma-norma atau kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian dinamakan pendirian yang materiel.
Seorang penulis (Vost) yang menganut pendirian yang materiel, memformulir perbuatan yang bersifat melawan hukum sebagai: perbuatan yang oleh masyarakat tidak dibolehkan.
Formulering ini dipengaruhi oleh arrest H.R. Nederland tahun 1919, yang terkenal dengan nama Lindenbaum Cohen Arrest mengenai perkara perdata. Di situ H.R. Belanda mengatakan: “Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) adalah bukan saja perbuatan yang bertentangan dengan wet, tetapi juga perbuatan yang dipandang dari pergaulan masyarakat tidak patut”.
Yang berpendapat formal adalah Simons: “Untuk dapat dipidana perbuatan harus mencocoki rumusan delik yang tersebut dalam wet. Jika sudah demikian, biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan melawan hukum atau tidak. Selanjutnya dalam halaman 275 beliau berkata: “Hemat saya pendapat tentang sifat melawan hukum yang material tidak dapat diterima, mereka yang menganut paham ini menempatkan kehendak pembentuk undang-undang yang telah ternyata dalam hukum positif, di bawah pengawasan keyakinan hukum dari hakim persoonlijk. Meskipun betul harus diakui bahwa tidak selalu perbuatan yang mencocoki rumusan delik dalam wet adalah bersifat melawan hukum, akan tetapi perkecualian yang demikian itu hanya boleh diterima apabila mempunyai dasar dalam hukum positif sendiri”.
Bagaimanakah pendirian kita terhadap soal ini? Kiranya tidaklah mungkin selain daripada mengikuti ajaran yang materiil. Sebab bagi orang Indonesia belum pernah ada saat bahwa hukum dan undang-undang dipandang sama. Pikiran bahwa hukum adalah undang-undang belum pernah kita alami. Bahkan sebaliknya, hampir semua hukum Indonesia asli adalah hukum yang tidak tertulis.
Kalau kita mengikuti pandangan yang material maka perbedaannya dengan pandangan yang formal adalah:
1. Mengakui adanya pengecualian/penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis; sedangkan pandangan yang formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja. Misalnya pasal 49. Pembelaan terpaksa (Noodweer).
2. Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan-perbuatan pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut; sedang bagi pandangan yang formal, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana.
Hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata, barulah menjadi unsur delik.
Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur perbuatan pidana, ini tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut umum. Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan dengan nyata-nyata. Jika dalam rumusan delik unsur tersebut tidak dinyatakan, maka juga tidak perlu dibuktikan. Pada umumnya dalam perundang-undangan kita, lebih banyak delik yang tidak memuat unsur melawan hukum di dalam rumusannya.
Apakah konsekuensinya daripada pendirian yang mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur tiap-tiap delik?. Konsekuensinya ialah: jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam rumusan delik, maka unsur itu dianggap dengan diam-diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa. Sama halnya dengan unsur kemampuan bertanggungjawab.
Konsekuensi yang lain adalah: jika hakim ragu-ragu untuk menentukan apakah unsur melawan hukum ini ada atau tidak maka dia tidak boleh menetapkan adanya perbuatan pidana dan oleh karenanya tidak mungkin dijatuhi pidana. Menurut Vos, Jonkers dan Langemeyer dalam hal itu terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht-vervolging).

Dalam beberapa pasal dalam undang-undang pidana digunakan perkataan “melawan hukum”, dalam pasal-pasal yang lain tidak. Menurut risalah penjelasan perkataan ini selalu disebut dalam susunan perkataan, apabila dikhawatirkan, bahwa barangsiapa yang bertindak dengan sah juga dikenakan undang-undang pidana.
Sistem ini lebih disukai daripada aturan yang terdapat dalam bagian umum, bahwa tiada seorang yang melakukan kejahatan, yang bertindak dengan sah, karena dikhawatirkan, bahwa orang-orang akan bertindak sesuka hatinya. Berdasarkan sistem ini – dalam beberapa pasal dinyatakan dengan tegas sifat melawan hukum, dalam pasal-pasal lain persoalan yang penting dalam hal ini adalah: apakah peristiwa, apabila undang-undang tidak menyebut dengan tegas perkataan “melawan hukum”, harus berlawanan dengan hukum dapat dipidana atau cukup untuk dihukum, apabila dilakukan suatu perbuatan yang diterangkan undang-undang.
Secara formal perbuatan yang demikian itu pasti melawan hukum, karena bertentangan dengan undang-undang. Tetapi yang dipersoalkan di sini bukan sifat melawan hukum yang formal, tetapi sifat melawan yang materil, dan yang dimaksud ialah sifat melawan hukum yang sesungguhnya, tidak hanya yang didasarkan atas keterangan undang-undang yang positif, tetapi juga didasarkan atas asas-asas umum yang merupakan dasar dari hukum, juga apabila ini berasal dari kaedah-kaedah yang tidak tertulis. Berhubung dengan ketentuan yang tertulis dalam pasal 1 ayat 1 KUHP, maka agar peristiwa dapat dipidana setidak-tidaknya suatu persyaratan, bahwa peristiwa itu formal melawan hukum.


KESIMPULAN

1. Ajaran sifat melawan hukum memiliki kedudukan yang penting dalam hukum pidana di samping asas legalitas.
Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat melawan hukum yang formil dan materiil.
2. Yang dimaksud perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun materiil, yakni meski perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai rasa keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana.
3. Perkembangan berikut, sifat melawan hukum material dibagi menjadi sifat melawan hukum material dalam fungsi negatif dan fungsi positif. sifat melawan hukum material dalam fungsi negatif berarti meski perbuatan memenuhi unsur delik tetapi tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka perbuatan itu tidak dipidana. Adapun sifat melawan hukum material dalam fungsi positif mengandung arti, meski perbuatan tidak memenuhi unsur delik, tetapi jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai rasa keadilan atau norma di masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana.









DAFTAR PUSTAKA


Chazawi, Adami, Drs. SH. 2007. Pelajaran Hukum Pidana 2. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Jonkers, Mr. J.E. 1987. Hukum Pidana Hindia Belanda. Jakarta: PT. Bina Aksara
Moeljatno, Prof. SH. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Rineka Cipta
Moeljatno, Prof. SH. 2006. KUHP: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara
Soeharto RM, S.H., 1993. Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Obyektif Sebagai Dasar Dakwaan. Jakarta: Sinar Grafika
Soerodibroto, Soenarto, R. S.H. 2007. KUHP Dan KUHAP. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0608/03/opini/2855253.htm